PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
OLEH : Abang jaka Satriadi
PETA KONSEP
- A. Proses masuknya Islam ke Indonesia
- B. Tiga teori masuknya Islam ke Indonesia
- C. Penyebaran Islam ke Indonesia
- D. Tokoh-tokoh penyebaran islam ke Indonesia
- E. Organisasi dan lembaga Islam di Indonesia
- F. Hikmah dan manfaat mempelajari perkembangan Islam di Indonesia
PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
A. Proses Masuknya Islam di
Indonesia
Ada dua faktor utama yang
menyebabkan Indonesia mudah dikenal oleh bangsa-bangsa lain, khususnya oleh
bangsa-bangsa di Timur tengah dan timur jauh sejak dahulu kala, yaitu :
- Faktor letak geografisnya yang strategis. Indonesia berada di persimpangan jalan raya internasional dari jurusan Timur Tengah menuju tiongkok, melalui lautan dan jalan menuju benua Amerika dan Australia.
- Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh bangsa-bangsa lain misalnya rempah-rempah
Sejauh menyangkut kedatangan Islam
di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan yang panjang diantara para ahli
mengenai tiga masalah pokok : tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya,
dan waktu kedatangannya. Banyak teori yang menjelaskan mengenai kedatangan
islam di indonesia, baik dari sisi waktu, pembawa, tempat dan cara metode
yang dipergunakan. Teori-teori tersebut memiliki alasan dan argumentasi
masing-masing, sehingga antara satu teori dengan teori lainnya sebenarnya tidak
bertentangan, melainkan menjadi pelengkap dari berbagai teori yang ada.
Untuk dapat mengetahui lebih lanjut
tentang perbedaan teori diatas, disini akan dibahas secara sederhana
sebagai berikut :
B. Tiga teori Masuknya Islam ke
Indonesia
Teori Gujarat
Teori ini menyatakan bahwa
asal Negara yang membawa agama Islam ke Nusantara adalah dari Gujarat, Peletak
dasar teori ini adalah;
Snouck Hurgronje, Snouck lebih
menitikberatkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan;
- Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa arab dalam penyebaran agama Islam ke Nusantara.
- Hubungan dagang Indonesia-India telah lama terjalin.
- Inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran hubungan antara sumatra
Perkembangan agama Islam Pada abad
ke-13 sebagai akibat terjadinya perubahan jalan laut perdagangan, yang tadinya
melalui selat sunda, berubah melewati selat Malaka. Perubahan ini mempengaruhi
timbulnya pusat perkembangan Islam di Malaka.
Dari berbagai argumen teori Gujarat
yang dikemukakan oleh beberapa sejarawan, ahli antropologi dan ahli ilmu
politik, analisis mereka terlihat Hindu sentris, karena beranggapan bahwa seluruh
perubahan sosial, politik, ekonomi, dan agama di Nusantara tidak mungkin
terlepas dari pengaruh India. Teori Gujarat ini tentu terdapat kelemahannya,
bila di bandingkan dengan teori Makkah. Untuk mengetahui lebih lanjut, di bawah
ini akan dibahas tentang teori Makkah.
Teori Makkah
Diantara penganut teori Makkah ini
ialah Hamka, dalam seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan, 17-20
Maret 1963, Hamka menolak pandangan yang menyatakan bahwa Agama Islam masuk ke
Nusantara pada abad ke-13 dan berasal dari Gujarat. Hamka lebih mendasarkan
pandangannya pada peranan Bangsa Arab sebagai pembawa Agama Islam ke Indonesia.
Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah semata, dan Makkah sebagai pusat,
atau Mesir sebagai tempat pengambilan ajaran Islam.
Analisis Hamka berbeda dengan para
sejarawan Barat atau orientalis, dengan menambahkan pengamatannya pada Mazhab
Syafi’I, sebagai Mazhab yang istimewa di Makkah dan mempunyai pengaruh terbesar
di Indonesia. Hal ini tidak dibicarakan secara mendalam oleh penulis sejarah
dari Barat sebelumnya, sekalipun juga menggunakan sumber yang sama. Schrieke
membicarakan laporan laporan kunjungan Ibnu Battutah ke Sumatra atau ke Cambay
tetapi analisisnya hanya kepada masalah perdagangan, barang diperdagangkan dan
jalan perdagangan. Sebaliknya penglihatan penelitian Hamka lebihtajam sampai
permasalahan Mazhab yang menjadi bagian isi laporan kunjungan Ibnu
Battutah ke Nusantara.
Dalam pelayaran Bangsa Arab yang di
tulis oleh T.W. Arnold bahwa Bangsa Arab sejak abad ke-2 sebelum Masehi telah
menguasai perdagangan di Ceylon. Pandangan yang demkian ini sama dengan
bandingan bebas yang dikemukakan oleh Abdullah bin Nuh dan D. shahab dalam
Seminar Masuknya Islam ke Indonesia. Kedua pendapat pembanding ini mengutip
pendapat Cook, bahwa abad ke-2 SM pengaruh Arab sangat luas sekali dalam bidang
perdagangan hingga Ceylon.
Berdasarkan keterangan D.H Burger
dan Prajudi Atmosudirdjo, bangsa India dan Cina baru mengadakan Hubungan dengan
Indonesia Pada abad ke1 M. Sedangkan hubungan Arab dengan Cina terjadi jauh
lebih lama, melalui jalan darat dengan menggunakan “kapal sahara”, jalan darat
ini sering disebutkan sebagai “jalan sutera”, berlansung sejak 500 SM. Maka
tidaklah mengherankan bila pada 674 M telah terdapat perkampungan perdagangan
Arab Islam di pantai Barat Sumatra, bersumber dari berita Cina.
Menurut pendapat Hamka masuknya
Agama Islam ke Nusantara pad abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi.
Pelaku pembawa agama Islam adalah saudagar Arab, diikuti oleh orang Persia dan
Gujarat, mereka bukanlah anggota missi meski pada hakekatnya setiap orang Islam
mempunyai kewajiban untuk berdakwah.
Pendapat Hamka ini lebih menekankan
pemegang peranan utama peranan utama penyebaran Islam ke Indonesia adalah
Bangsa Arab, kemudian baru menyusul Bangsa Persia, dan Bangsa Gujarat
ditempatkan pada urutan ketiga.
Selain itu juga Hamka menyatakan
masuknya Agama Islam ke Jawa bersamaan waktunya dengan yang ke Sumatra pada
abad ke-7. Pandangan Hamka ini didasarkan pada berita cina yang mengisahkan kedatangan
utusan raja Ta Cheh kepada Ratu Sima. Adapun Raja Ta Cheh ini menurut Hamka
adalah Raja Arab, dan Khalifah pada saat itu adalah Muawiyah bin Abu Sufyan.
Teori Persia
Pembangun teori Persia ini adalah
P.A. Hoesein Djajadiningrat, berbeda dengan teori Gujarat dan Makkah teori
Persia ini lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup
dikalangan masyarakat Islam Indonesia yang mempunyai persamaan dengan Persia.
Kesamaan kebudayaan ini dapat
dilihat pada Masyarakat Islam Indonesia antara lain;
- Peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syi’ah atas kematian syahidnya Husain. Peringatan ini berbentuk pembuatan bubur Syura.
- Adanya kesamaan antara ajaran Syek Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran Al-Hallaj.
- Pengaruh istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian Al-Qur’an tingkat awal :
Bahasa
Iran
Bahasa Arab
Jabar-Zabar
Fathah
Jer-ze-er
kasrah
P’es-pyes
dhammah
- Nisan pada Makam Malikus Saleh (1297) dan Makam Malik Ibrahim (1497) di Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini teori Persia memiliki kesamaan mutlak dari teori Gujarat tetapi sangat berbeda jauh dengan pandagan G.E Morrison.
- Pengakuan umat Islam Indonesia terhadap Mazhab syafi’I sebagai Mazhab yang paling utama didaerah Malabar.
Berdasarkan dari uraian teori-teori
tersebut, dapat dipahami bahwa Islam datang ke Indonesia melalui beberapa
periode. Periode pertama (abad ke-7 hingga abad ke-12), merupakan awal
kedatangan dan pembentukan komunitas muslim, terutama para pedagang muslim.
Karena itu, penyebaran agama islam juga masih sangat terbatas . Para
penyebar agama islam ini berasal dari negeri-negeri Islam, baik di Timur
Tengah maupun di India. Pada umumnya mereka adalah para saudagar kaya yang juga
bertindak sebagai juru dakwah.
Sementara periode kedua (abad ke-13
hingga abad ke-16 M), merupakan kelanjutan dari penyebaran islam awal.
Karena itu pula, pada periode ini penyebaran agama islam telah meluas, bahkan
sudah membentuk kekuasaan sosial politik yang mengambil bentuk
kerajaan-kerajaan Islam.
C. Penyebaran Islam di Indonesia
- Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena
orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi
setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan
Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang
ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka
mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka
berdagang sambil menyiarkan agama Islam.
- Kultural
Penyebaran Islam di Indonesia juga
menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali
sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian
wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan
ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut
masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai
sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti
jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
- Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu
lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia.
Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara
adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan
Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri.
Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean,
Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren
terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh
Indonesia.
Kekuasaan politik Artinya penyebaran
Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di
pulau Jawa, misalnya ke Sultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi
pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh
Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama
sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh
Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam
melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya
negara nasional Indonesia dimasa mendatang.
D. Tokoh-tokoh dan Penyebaran Islam
di Indonesia
- Di Sumatra
Kesimpulan hasil seminar di Medan
tersebut di atas, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki
Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh
utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan
Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai.
Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh” yang digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi gelar Sultan Malik Al-Saleh.
Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun 1521 di taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).
Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh” yang digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi gelar Sultan Malik Al-Saleh.
Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun 1521 di taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).
Munculnya kerajaan baru di Aceh yang
berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir bersamaan dengan jatuhnya kerajaan
Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah
atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar.
Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka memindahkan
kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 – 1636).
Kerajaan Aceh ini mempunyai peran
penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Para da’i,
baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah terus berusaha menyampaikan
ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan yang telah terjalin antara
kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin berkembang. Tidak saja para
ulama dan pedagang Arab yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia
sendiri banyak pula yang hendak mendalami Islam datang langsung ke sumbernya di
Mekah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju
Timur Tengah pada awal abad ke 16. Bahkan pada tahun 974 H. atau 1566 M
dilaporkan ada 5 kapal dari kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar
pelabuhan Jeddah. Ukhuwah yang erat antara Aceh dan Timur Tengah itu pula yang
membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.
- Jawa
Benih-benih kedatangan Islam ke
tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke 7
M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat
Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah bin
Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai
pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah
selanjutnya dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka atau kerajaan
Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan
Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.
Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau
Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga, yaitu;
- Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik.
- Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M.
- Jasa-jasa Sunan Ampel;
1)
Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir
para mubalig kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan
Demak pertama), Raden Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan
Maulana Ishak yang pernah diutus untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
2)
Berperan aktif dalam membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479
M.
3)
Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah
sebagai Sultan pertama.
4)
Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin atau Raden Paku) Beliau putra Syeikh Yakub
bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa
menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum
Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia
menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.
5)
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat
menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden
Patah, Beliau wafat tahun 1515 M.
6)
Sunan Kalijaga (Raden Syahid) Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni
berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang
diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang Beber kala itu
menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini
adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka
dakwah Islam.
7)
Sunan Drajat nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan
Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para
da’i yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu
Ambon.
8)
Syarif Hidayatullah nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali
dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan
sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat
sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang.
Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga
kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon.
Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik
para wali.
9)
Sunan Kudus nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15
dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah
kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan
merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.
10) Sunan Muria nama aslinya
Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan
Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya.
Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus. Diparuh awal
abad 16 M, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan damai dalam
ayoman keSultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah
atau Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah
mengakhiri masa Siwa-Budha serta animisme. Merekapun memiliki kepastian hidup
bukan karena wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang
pasti yaitu syari’at Islam
“Salokantara” dan “Jugul Muda” itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan syari’at Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan.
“Salokantara” dan “Jugul Muda” itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan syari’at Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan.
- Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia,
sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi
ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula
yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut
catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di
tanah ini sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum
terlalu banyak, namun upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para da’i di
Sumatra, Malaka dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo
atau yang dikenal dengan negeri Makasar, terletak di semenanjung barat daya
pulau Sulawesi. Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan
Ternate dibawah pimpinan Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih
dahulu. Melalui seorang da’i bernama Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke
kerajaan ini dan pada tanggal 22 September 1605 Karaeng Tonigallo, raja Gowa
yang pertama memeluk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin Al Awwal
(1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana menteri atau Wazir besarnya, Karaeng
Matopa. Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan
Islam kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja
Luwu segera menerima pesan Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan
raja Bone yang bergelar Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M.
Dengan demikian Gowa (Makasar) menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani.
Pelabuhannya sangat ramai disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan
manca negara. Hal ini mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi kerajaan
Gowa (Makasar). Puncak kejayaan kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan
Hasanuddin (1653-1669).
- Kalimantan
Islam masuk ke Kalimantan atau yang
lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka
yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka
ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para muballig dan
komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan. Jalur kedua,
Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke
Kalimantan ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak
mengirimkan banyak Muballig ke negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak
kader-kader yang akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar,
salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Jalur ketiga para da’i
datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu adalah
Datuk RI Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
- Kalimantan Selatan
Masuknya Islam di Kalimantan Selatan
adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan dipenghujung waktu berakhirnya
kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang ditunjuk sebagai putra mahkota
oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan kepada kerajaan Demak di Jawa dalam
peperangan melawan pamannya sendiri, Raden Tumenggung Sultan Demak (Sultan
Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra kelak bersedia masuk Islam. Banjar
dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar Sultan Suryanullah atau Suriansyah.
Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Rahmatullah (putra Sultan
Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum
Panambahan atau Sultan Musta’in Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi
daerah Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan
Sambangan.
- Kalimantan Timur
Di Kalimantan Timur inilah dua orang
da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan,
sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh para
pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini
dibangunlah sebuah masjid. Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan
Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara
Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.
- Maluku
Kepulauan Maluku terkenal di dunia
sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para pedagang
asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa, Malaka atau
dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah Islam di
kepulauan ini. Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau
sekitar tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa
(terutama para da’i yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M,
Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft (sejarawan
Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin
(1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan yang ada di
Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol
adalah dua kerajaan, yaitu Ternate dan Tidore. Selain Islam masuk dan
berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan oleh raja-raja
Islam di Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari Maluku.
Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau
Waigio dan Pulau Gebi.
E. Organisasi dan Lembaga Islam di
Indonesia
Dalam perjuangan membela bangsa,
Negara dan menegakkan Islam di Indonesia, Umat Islam mendirikan berbagai
organisasi dan partai politik dengan corak dan warna yang berbeda-beda. Ada
yang bergerak dalam bidang politik, sosial budaya, pendidikan, ekonomi dan
sebagainya. Namun semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memajukan bangsa
Indonesia khususnya umat Islam dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Tercatat dalam sejarah, bahwa dari lembaga-lembaga tersebut telah lahir para
tokoh dan pejuang yang sangat berperan baik di masa perjuangan mengusir
penjajah, maupun pada masa pembangunan.
- 1. Sarekat Islam (SI)
Sarekat Islam (SI) pada awalnya
adalah perkumpulan bagi para pedagang muslim yang didirikan pada akhir tahun 1911
di Solo oleh H. Samanhudi. Nama semula adalah Sarekat Dagang Islam (SDI).
Kemudian tanggal 10 Nopember 1912 berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI).
H.Umar Said Cokroaminoto diangkat sebagai ketua, sedangkan H.Samanhudi sebagai
ketua kehormatan. Latar belakang didirikannya organisasi ini pada awalnya untuk
menghimpun dan memajukan para pedagang Islam dalam rangka bersaing dengan para
pedagang asing, dan juga membentengi kaum muslimin dari gerakan penyebaran
agama Kristen yang semakin merajalela. Dengan nama Sarekat Islam dibawah
pimpinan H.O.S. Cokroaminoto organisasi ini semakin berkembang karena mendapat
sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Daya tarik utamanya adalah asas
keislamannya. Dengan SI mereka (umat Islam) yakin akan dibela kepentingannya.
Keanggotaan SI terbuka untuk semua golongan dan suku bangsa yang beragama
Islam. Berbeda dengan Budi Utomo yang membatasi keanggotaannya pada suku bangsa
tertentu (Jawa). Sehingga banyak sejarawan mengatakan bahwa tanggal berdirinya
SI ini lebih tepat disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional, dan bukan tahun
1908 dengan patokan berdirinya Budi Utomo. Karena ruang lingkup Budi Utomo
hanyalah pulau Jawa, bahkan hanya etnis Jawa Priyayi. Sedangkan SI mempunyai
cabang-cabang di seluruh Indonesia. Jadi layak disebut “Nasional”. Secara lahir
SI tidak menyatakan diri sebagai organisasi partai politik. Tetapi dalam sepak
terjangnya jelas kelihatan sebagai organisasi politik. Kegiatan politik
dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertahap. Dalam kongres tahun 1914,
Cokroaminoto mengatakan bahwa SI akan bekerjasama (kooperatif) dengan
pemerintah dan tidak berniat melawan pemerintah. Dua tahun kemudian dalam
kongresnya di Bandung, dia melancarkan kritik terhadap praktek kolonialisme
yang telah menyengsarakan rakyat. Dalam kongres itu SI menuntut supaya
Indonesia diberi pemerintahan sendiri dan rakyat diberi kesempatan untuk duduk
dalam pemerintahan. Semakin lama sikap SI semakin keras. Abdul Muis salah satu
tokoh SI mengatakan, jika tuntutan-tuntutan itu tidak diindahkan pemerintah
(penjajah), anggota SI bersedia membalas kekerasan dengan kekerasan. Pada waktu
pemerintah mendirikan Volksraad (Dewan Rakyat), SI mendudukkan wakilnya dalam
dewan itu, antara lain Cokroaminoto dan H. Agus Salim. Setelah ternyata
Volksrad tidak bisa dipakai sebagai lembaga untuk memperjuangkan kemerdekaan,
SI pun menarik wakilnya. Demikian SI beralih ke strategi non-kooperatif.
Pada kongres 1917, SI mulai dimasuki
pengaruh lain, yaitu dengan masuknya orang-orang yang berfaham Marxis (komunis)
seperti;
Semaun dan Darsono. Bahkan pada
kongresnya yang ketiga tahun 1918 pengaruh Semaun semakin kuat. Tetapi SI masih
membiarkannya demi persatuan dan kesatuan bangsa yang saat itu sangat
diperlukan dalam menghadapi pemerintah penjajah. Pada tangal 10 Oktober 1921
dalam kongres SI yang ke-6 H. Agus Salim dan Abdul Muis merangkap menjadi
anggota dan pengurus mencetuskan perlunya disiplin partai dalam tubuh SI,
antara lain seorang anggota SI tidak boleh merangkap menjadi anggota atau
pengurus di partai lain. Ini tujuan sebenarnya adalah untuk membersihkan
barisan SI dari unsur-unsur komunis. Dengan disetujuinya gagasan ini akhirnya
Semaun dan Darsono keluar dari SI. Tapi kemudian SI terpecah menjadi dua, yaitu
SI Merah dan SI Putih. SI Merah dipimpin oleh Semaun berpusat di Semarang dan
berazaskan Komunis. Adapun SI Putih dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto berazaskan
Islam. Pada Kongres SI ke-7. SI Putih berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam
(PSI). Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam (PSI) ditambah dengan kata
Indonesia, sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Hanya sangat
disayangkan partai ini kemudian menjadi terpecah belah. Ada PSII yang dipimpin
oleh Sukiman, PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII H. Agus Salim.
- 2. Muhammadiyah
Muhammadiyah secara etimologi
artinya pengikut Nabi Muhammad. Adalah sebuah organisasi non-politis yang
bertujuan mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan al-Quran dan Sunnah Nabi
Muhammad saw; memberantas kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama
(bid’ah) dan memajukan ilmu agama Islam di kalangan anggotanya. Organisasi ini
didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 Nopember 1912. Dalam
Anggaran Dasar Muhammadiyah yang baru, telah disesuaikan dengan UU no.8 tahun
1985 dan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta pada tanggal 7-11
Desember 1985, Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam
dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang berakidah Islam dan bersumber pada
al-Quran dan Sunnah. Sifat gerakannya adalah non-politik, tapi tidak melarang
anggotanya memasuki partai politik. Hal ini dicontohkan oleh pendirinya
sendiri, KH Ahmad Dahlan, dimana beliau juga adalah termasuk anggota Sarekat
Islam. Banyak anggota Muhammadiyah yang berjuang baik pada masa penjajahan Belanda,
Jepang, masa mempertahankan kemerdekaan, masa Orde Lama, Orde Baru dan Masa
Reformasi. Mereka tersebar di berbagai organisasi pergerakan, organisasi partai
politik dan lembaga-lembaga negara. Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang kita kenal
seperti KH. Mas Mansur, Prof. Kahar Muzakir, Dr. Sukirman Wirjosanjoyo adalah
para pejuang yang tidak asing lagi. Demikian pula seperti Buya Hamka, KH AR.
Fakhruddin, Dr. Amin Rais, Dr. Syafi’i Ma’arif dan Dr. Din Syamsudin adalah
tokoh–tokoh Muhammadiyah yang sangat berperan dalam pentas nasional Indonesia.
Bidang-bidang yang ditangani
Muhammadiyah antara lain :
- Sosial
Dalam bidang sosial Muhammadiyah
mendirikan;
1)
Panti asuhan untuk anak yatim piatu.
2)
Bank Syari’ah untuk membantu pengusaha lemah.
3)
Organisasi wanita yang bernama Aisiyah dan organisassi kepanduan Hizbul wathan,
Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan ikatan Pelajar
Muhammadiyah
- Pendidikan
Dalam bidang pendidikan,
Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan mulai dari TK sampai
perguruan tinggi. Data tahun 1985
Muhammadiyah sudah memiliki 12400
lembaga pendidikan yang terdiri dari 37
perguruan tinggi dan sisanya adalah
TK sampai SLTA. Tahun 1990 jumlah
perguruan tinggi Muhammadiyah
bertambah menjadi 78 buah.
- Kesehatan
Dalam bidang kesehatan Muhammadiyah
mendirikan Poliklinik, Rumah
Sakit dan Rumah Bersalin. Data tahun
1990 telah memiliki 215 Rumah Sakit, Poliklinik dan Rumah Bersalin.
- 3. Al-Irsyad
Organisasi ini berdiri tanggal 6
September 1914 di Jakarta, dua tahun setelah Muhammadiyah berdiri, dan bisa
dibilang sebagai sempalan dari Jami’atul Khair. Diantara tokoh al-Irsyad yang
terkenal adalah syeikh Ahmad Surkati, berasal dari Sudan yang semula adalah
pengajar di Jami’atul Khair. Al Irsyad ini mengkhususkan diri dalam perbaikan
(pembaharuan) agama kaum muslimin khususnya keturunan Arab Sebagian tokoh
Muhammadiyah pada awal berdirinya juga adalah kader-kader yang dibina dalam
lembaga pendidikan AlIrsyad. Saat itu al-Irsyad sudah memiliki Madrasah
Awaliyah (3 tahun), Madrasah Ibtidaiyah (4 tahun), Madrasah Tajhiziyah
(2tahun), dan Madrasah Mu’allimin yang dikhususkan untuk mencetak guru.
Al-Irsyad bergerak bukan hanya dalam bidang pendidikan, tapi juga bidang-bidang
lain seperti rumah sakit, panti asuhan dan rumah yatim piatu.
- 4. Nahdatul Ulama (NU)
kebangkitan para ulama. Adalah
sebuah Organisasi sosial keagamaan yang dipelopori oleh para ulama atau kiyai.
Mereka itu ialah K.H.Hasyim Asy’ari, K.H.Wahab Hasbullah, K.H.Bisri Syamsuri,
K.H.Mas Alwi , dan K.H.Ridwan. Lahir di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926
dan kini menjadi salah satu organisai dan gerakan Islam terbesar di tanah air.
Bertujuan mengupayakan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah
Waljama’ah dan penganut salah satu dari empat mazhab fiqih (Imam Hanafi, Imam
Syafi’i, Imam Hambali dan Imam Maliki). Pada mulanya NU ini tidak mencampuri
urusan politik. Ia lebih memfokuskan diri pada pengembangan dan pemantapan
paham keagamaannya dalam masyarakat yang saat itu sedang gencar-gencarnya
penyebaran faham Wahabiyah yang dianggap membahayakan paham ahli Sunnah
Waljama’ah. Hal ini tersirat dalam salah satu hasil keputusan kongresnya di
Surabaya pada bulan Oktober 1928.
NU semakin berkembang dengan cepat.
Pada tahun 1935 telah memiliki 68 cabang dengan anggota 6700 orang. Pada
kongres tahun 1940 di Surabaya dinyatakan berdirinya organisasi wanita NU atau
Muslimat dan Pemuda Anshar. Pada perkembangan selanjutnya, NU mengubah
haluannya. Selain sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan,
juga mulai ikut dalam kehidupan politik. Tahun 1937 bergabung dengan Majlis
Islam A’la Indonesia (MIAI). Hal ini terus berlangsung sampai dibubarkannya
pada masa penjajahan Jepang tahun 1943, yang kemudian diganti Masyumi. Dalam
Masyumi, NU adalah bagian yang sangat penting sampai tahun 1952. Dalam
Muktamarnya yang ke 19 tanggal 1 Mei 1952 menyatakan diri keluar dari Masyumi
dan menjadi partai politik tersendiri. Kemudian NU bersama dengan PSII dan
Perti membentuk Liga Muslim Indonesia sebagai wadah kerja sama partai politik
dan organisasi Islam. Dalam Pemilu tahun 1955 NU muncul sebagai partai politik
terbesar ke tiga. Pada masa orde baru NU bersama partai politik lainnya (PSII,
Parmusi, Perti) berfungsi dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kemudian
sejak tahun 1984 NU menyatakan diri kembali ke khittah 1926, artinya melepaskan
diri dari kegiatan politik, meskipun secara pribadi-pribadi anggotanya tetap
ikut berkiprah dalam berbagai partai politik. Pada masa reformasi (1999) para
tokoh NU yang dimotori oleh KH. Abdurrahman Wahid mendirikan partai politik,
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kemudian termasuk 5 besar pemenang Pemilu
pada tahun tersebut. Melalui poros tengah, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai
pemimpin NU saat itu berhasil menjadi orang nomor satu di RI, meskipun hanya
berumur satu tahun. Peranan NU sebagai organisasi dalam perjuangan mengusir
penjajah dan mempertahankan kemerdekaan tidak diragukan lagi. Bahkan para kyai
dan santri memikul senjata (bambu runcing atau golok) untuk berjihad fi
sabilillah. Tercatat dalam sejarah tanggal 23 Oktober 1945 NU mengeluarkan
Resolusi Jihad untuk melawan tentara penjajah.
- 5. Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI)
MIAI ini sebenarnya berdiri pada
masa pemerintahan Belanda, yaitu tanggal 21 September 1937 di Surabaya sebagai
organisasi federasi yang diprakarsai oleh K.H. Mas Mansur, K.H. Ahmad Dahlan
(Muhammadiyah), K.H. Wahab Hasbullah (NU) dan Wondoamiseno (PSII).
Tujuan didirikan MIAI ini adalah
agar semua umat Islam mempunyai wadah tempat membicarakan dan memutuskan semua
soal yang dianggap penting bagi kemaslahatan umat dan agama Islam. Keputusan
yang diambil MIAI harus dilaksanakan oleh semua organisasi yang menjadi
anggotanya. Pembentukan MIAI mendapat sambutan dari berbagai organisasi Islam
di Indonesia seperti PSII, Muhammadiyah, NU, Persis, dan organisasi-organisasi
yang lebih kecil lainnya. Pada waktu dibentuk anggotanya hanya 7 organisasi,
tapi empat tahun kemudian jumlahnya sudah mencapai dua puluh.
Pada akhir pemerintahan Hindia
Belanda MIAI memberikan dukungan terhadap aksi Indonesia berparlemen yang
dicanangkan oleh GAPI (Gabungan Politik Indonesia). Pada waktu GAPI menyusun
rencana konstitusi untuk Indonesia, MIAI menghendaki agar yang menjadi kepala
negara adalah orang Indonesia yang beragama Islam dan dua pertiga dari
menteri-menteri harus orang Islam. Ketika Jepang datang ke Indonesia seluruh
organisasi yang ada di Indonesia dibekukan, termasuk MIAI. Tapi khusus MIAI
tanggal 4 September 1942 diperbolehkan aktif kembali. Jepang melihat bahwa MIAI
bersifat kooperatif dan tidak membahayakan. Selain itu Jepang berharap dapat
memanfaatkan MIAI ini untuk memobilisasi gerakan umat Islam guna menopang
kepentingan penjajahannya. Selain itu, Jepang juga membantu perkembangan
kehidupan agama. Kantor urusan agama yang pada masa Belanda diketuai oleh
seorang orientalis Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Shumubu (Kantor Urusan
Agama) yang dipimpin oleh orang Indonesia, yaitu K.H. Hasyim Asy’ari. Umat
Islam pada saat itu juga diizinkan membentuk Hizbullah yang memberikan
pelatihan kemiliteran bagi para pemuda Islam, yang dipimpin oleh K.H.Zaenal
Arifin. Demikian pula diizinkan mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang
dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Moh. Hatta. MIAI berkembang
menjadi organisasi yang cukup penting pada masa pendudukan Jepang. Para tokoh
Islam dan para Ulama memanfaatkannya sebagai tempat bermusyawarah membahas
masalah-masalah yang penting yang dihadapi umat Islam. Semboyannya terkenal
Berpegang teguhlah kepada tali Allah dan janganlah bercerai berai.
Diantara tugas MIAI ialah:
a. Menempatkan
umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat Indonesia
b. Mengharmoniskan Islam
dengan kebutuhan perkembangan zaman MIAI juga menerbitkan majalah tengah
bulanan yang bernama Suara MIAI. Meskipun pada awalnya MIAI tidak menyentuh
kegiatan politik, tetapi dalam perkembangan selanjutnya kegiatan-kegiatannya
tidak bisa lagi dipisahkan dengan politik yang bisa membahayakan pemerintah
Jepang. Akhirnya pada tanggal 24 Oktober 1943 MIAI dibubarkan. Sebagai gantinya
berdirilah Masyumi.
- 6. Masyumi
Masyumi kepanjangan dari Majlis
Syura Muslimin Indonesia berdiri tahun 1943. Dalam Muktamar Islam Indonesia
tanggal 7 Nopember 1945 disepakati bahwa Masyumi adalah sebagai satu-satunya
partai Islam untuk rakyat Indonesia. Saat itu juga Masyumi mengeluarkan
maklumat yang berbunyi :” 60 Milyoen kaum muslimin Indonesia siap berjihad fi
sabilillah “, Pernyataan ini direkam dengan baik oleh harian Kedaulatan Rakyat
pada tanggal 8 Nopember 1945. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Mas Mansur dan
didampingi K.H.Hasyim Asy’ari. Tergabung dalam organisasi ini adalah
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, dan Sarekat Islam. Tokoh-tokoh lain yang
penting misalnya Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Wahab dan tokoh-tokoh muda lainnya
misalnya Moh. Natsir, Harsono Cokrominoto, dan Prawoto Mangunsasmito.
Visi Masyumi bahwa setiap umat Islam diwajibkan jihad Fi sabilillah dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang politik. Para pemuda Islam, khususnya para santri dipersiapkan untuk berjuang secara fisik maupun politis. Masyumi dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1960. Sementara organisasi-organisasi yang semula bergabung dalam Masyumi sudah mengundurkan diri sebelumnya, seolah-olah mereka tahu bahwa Masyumi akan dibubarkan.
Visi Masyumi bahwa setiap umat Islam diwajibkan jihad Fi sabilillah dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang politik. Para pemuda Islam, khususnya para santri dipersiapkan untuk berjuang secara fisik maupun politis. Masyumi dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1960. Sementara organisasi-organisasi yang semula bergabung dalam Masyumi sudah mengundurkan diri sebelumnya, seolah-olah mereka tahu bahwa Masyumi akan dibubarkan.
- 7. Mathla’ul Anwar
Organisasi ini berdiri tahun 1905 di
Marus, Menes Banten. Bergerak dalam bidang sosial keagamaan dan pendidikan.
Pendirinya adalah KH. M. Yasin. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pendidikan
Islam khususnya di kalangan masyarakat sekitar Menes Banten. Aspirasi politik
organisasi ini pernah disalurkan melalui Sarekat Islam (SI), tapi perkembangan
selanjutnya organisasi ini menjadi netral, artinya tidak ikut dalam kegiatan
politik, tapi hanya mengkhususkan diri pada kegiatan sosial dan pengembangan
pendidikan Agama. Berkat memfokuskan diri pada pendidikan, organisasi ini
sekarang sudah menjadi organisasi berskup nasional. Lembaga-lembaga
pendidikannya berupa madrasah-madrasah dari mulai TK sampai Madrasah Aliyah
(setingkat SMA) tersebar di seluruh Nusantara.
- 8. Persatuan Islam (Persis)
Persis adalah organisasi sosial
pendidikan dan keagamaan. Didirikan pada tanggal 17 September 1923 di Bandung
atas prakarsa KH. Zamzam dan Muhammad Yunus, dua saudagar dari kota Palembang.
Organisasi ini diketuai pertama kali oleh A. Hassan, seorang ulama yang
terkenal sebagai teman dialog Bung Karno ketika ia dipenjara. Bung Karno banyak
berdialog dengan A.Hassan lewat surat-suratnya. Pemikiran-pemikiran keagamaan
Bung Karno selain dari HOS Cokroaminoto, juga banyak berasal dari A.Hassan ini.
Diantara tujuan Persis ini adalah;
- Mengembalikan kaum Muslimin kepada Al-Quran dan Sunnah (hadis nabi)
- Menghidupkan ruh jihad dan ijtihad dalam kalangan umat Islam.
- Membasmi bid’ah, khurafat dan takhayul, taklid dan syirik dalam kalangan umat Islam.
- d. Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah Islam kepada segenap lapisan masyarakat
- Mendirikan madrasah atau pesantren untuk mendidik putra-putri muslim dengan dasar Quran dan Sunnah.
- 9. Organisasi Pelajar, Mahasiswa dan Kepemudaan Islam
Organisasi pelajar, mahasiswa dan
kepemudaan Islam sangat besar sekali peranannya dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan dan memajukan bangsa Indonesia. Jong Islamiten Bond (JIB) misalnya
lahir tahun 1925 yang telah melahirkan tokoh-tokoh nasional seperti M. Natsir,
Moh.Roem, Yusuf Wibisono, Harsono Tjokroaminoto, Syamsul Ridjal dan lain
sebagainya.
Dari masa-masa tahun enam puluhan
hingga kini peran kepemudaan Islam lebih didominasi oleh organisasi-organisasi
seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) lahir 5 Pebruari 1947, PII (Pelajar
Islam Indonesia), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), IMM (Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah). Organisasi-organisasi pelajar dan kemahasiswaan
tersebut telah melahirkan banyak pemimpin nasional, antara lain misalnya Akbar
Tanjung (mantan Ketua DPR) dan Nurcholis Majid Almarhum (Ketua Yayasan
Paramadina) adalah Alumni HMI; Din Syamsudin (Sekjen MUI) adalah alumni IMM;
Muhaimin Iskandar (Ketua PKB) adalah alumni PMII, dan banyak lagi contoh-contoh
lain dari tokoh-tokoh nasional yang dikader oleh organisasi-organisasi
kemahasiswaan di atas. Baik secara pribadi ataupun secara organisasi para
anggota dan alumni organisasi tersebut di atas banyak terlibat dalam berbagai
gerakan nasional. Misalnya pada masa krisis Zaman Orde Lama, saat mereka
berhadapan dengan Gerakan Komunis. Mereka sangat kuat mengkritisi rezim
Soekarno. Rezim Soekarno tumbang diganti dengan Orde Baru yang tidak terlepas
dari peran pemuda dan mahasiswa yang menamakan dirinya dengan Angkatan 66.
Angkatan 66 ini sebagian besar adalah juga para anggota dari berbagai
organisasi mahasiswa Islam. Sebut saja misalnya Fahmi Idris, Ekky Syahruddin,
Abdul Gafur, Mar’i Muhammad, Akbar Tanjung dan lain sebagainya. Demikian pula
di akhir zaman Orde Baru, mereka dapat mewarnai Gedung DPR/MPR sehingga ada
istilah “hijau royo-royo” dan banyak juga yang direkrut untuk mengisi Kabinet
Soeharto. Menjelang kejatuhan Orde Baru, para pemuda dan mahasiswa atau pelajar
Islam, baik yang tergabung dalam HMI, PMII, PII, IPPNU, KAPI, KAMMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), GPI (Gerakan Pemuda Islam) dan Pemuda Anshar
turut aktif mengambil bagian dalam menumbangkan Rezim Soeharto.
- 10. Departemen Agama
Departemen Agama dulu namanya
Kementerian Agama. Didirikan pada masa Kabinet Syahrir yang mengambil keputusan
tanggal 3 Januari 1946, dengan Menteri Agama yang pertama adalah M. Rasyidi.
Tujuan dan fungsi Departemen Agama yang dirumuskan pada tahun 1967 sebagai
berikut;
- Mengurus serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama.
- Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan.
- Memberi penerangan dan penyuluhan agama.
- Mengurus dan mengatur Peradilan Agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum agama.
- Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan Ibadah Haji.
- Mengurus dan memperkembangkan IAIN, Perguruan Tinggi Agama Swasta dan Pesantren serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi agama Islam.
Fungsi MUI antara lain;
- Memberi fatwa dan nasihat mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam umumnya sebagai amar ma’ruf nahi munkar, dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional.
- Mempererat ukhuwah Islamiyah dan memelihara serta meningkatkan suasana kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
- Mewakili umat Islam dalam konsultasi antara umat beragama.
- Penghubung antara Ulama dan Umara (pemerintah) serta menjadi penerjemah timbal balik antara pemerintah dan umat guna menyukseskan pembangunan nasional.
Sejak berdiri sampai saat ini sudah
banyak fatwa-fatwa MUI dikeluarkan antara lain menyangkut;
- Hukum natal bersama bagi umat Islam.
- Aliran-aliran Islam sesat di Indonesia.
- Fatwa tentang bunga bank konvensional.
- Fatwa tentang bayi tabung dan inseminasi buatan.
- Fatwa tentang faham pluralisme dan sekularisme.
- Fatwa tentang perkawinan beda agama.
- Dan lain-lain.
Ulama yang pernah menduduki jabatan
ketua MUI antara lain;
- Prof.Dr. Hamka (1975- 1981).
- KH. Syukri Ghozali (1981- 1984).
- KH. EZ. Muttaqien (1984- 1985)
- KH. Hasan Basri (1985- 1995).
- H. Amidhan
- 11. Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
ICMI berdiri pada 7 Desember 1990
sebagai sebuah organisasi yang menampung para cendekiawan muslim yang mempunyai
komitmen pada nilai-nilai keislaman, tanpa melihat aliran, warna politik dan
kelompok. ICMI sebagai wadah tempat berdialog para intelektual guna memecahkan
persoalan-persoalan bangsa. Organisasi ini pertama kali dipimpin oleh Prof. Dr.BJ.
Habibie, kemudian Ahmad Tirto Sudiro dan Adi Sasono.
ICMI bergerak berlandaskan tiga hal;
- Iman sebagai landasan moral untuk memicu prestasi taqwa.
- Pancasila dan UUD 45 sebagai azas filosofis dan konstitusional kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
- Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat dan sarana bagi peningkatan mutu kehidupan. Sasaran jangka panjang adalah peningkatan kualitas ilmu, kualitas hidup, kualitas kerja, kualitas berkarya dan kualitas berfikir bangsa Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.
F. Hikmah Mempelajari Sejarah
Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah memahami bahwa perkembangan
Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang khas dan memiliki karakter
tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah, diantaranya
sebagai berikut:
- Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
- Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
- Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
- Memahami cara Islam masuk dan dipeluk oleh Bangsa Indonesia hingga kini menjadi mayoritas.
- Memahami ilmu politik, sosial, budya, dan ilmu pengetahuan.
- Menjadi cermin untuk memeaju kehidupan yang lebih baik, memahaminya dapat meningkatkan semangat dalam mempelajari Islam dan mendakwahkannya sehingga menjadi bekal unruk mencapai kondisi lebih baik.
- 7. Menghargai kerja Para Ulama yang telah bersusah payah menyebarkan Agama Islam.
Manfaat dari Sejarah Perkembangan
Islam di Indonesia
Banyak manfaat yang dapat kita ambil
untuk dilestarikan diantaranya sebagai berikut:
- Kehadiran para pedagang Islam yang telah berdakwah dan memberikan pengajaran Islam di bumi Nusantara turut memberikan nuansa baru bagi perkembangan pemahaman atas suatu kepercayaan yang sudah ada di nusantara ini.
- Hasil karya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan.
- Kita dapat meneladani Wali Songo telah berhasil dalam hal-hal seperti berikut;
- Menjadikan masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al Quran.
- Mampu membangun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur hingga ke seluruh pelosok Nusantara.
- Mampu memanfaatkan peninggalan sejarah, termasuk situs-situs peninggalan para ulama, baik berupa makam, masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya.
- Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh Islam untuk mempraktikkan tingkah laku yang penuh keteladanan agar terus dilestarikan dan dijadikan panutan oleh generasi berikutnya.
- Para ulama dan umara bersatu padu mengusir penjajah meskipun dengan persenjataan yang tidak sebanding.
Perilaku Penghayatan Sejarah
Perkembangan Islam di Indonesia
- Ada beberapa perilaku yang merupakan cerminan dari penghayatan terhadap manfaat yang dapat diambil dari sejarah perkembangan Islam, yaitu antara lain sebagai berikut:
Berusaha menjaga persatuan dan
kerukunan antaraumat beragama, saling menghormati, dan tolong menolong.
- Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
- Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus digali atau dipelajari dan dipahami maksudnya.
Analisis
Konsep
Sejarah mencatat semua Agama
disiarkan dan dikembangkan oleh para pembawanya yang disebut utusan tuhan dan
oleh para pengikutnya, mereka yakin bahwa kebenaran dari Tuhan itu harus
disampaikan kepada umat manusia untuk menjadi pedoman hidup. Para penyebar
Agama banyak menempuh perjalanan jarak jauh dari tempat kelahirannya
sendiri untuk menyampaikan ajarannya, atas dasar inilah para muballigh berlayar
dan berdagang ke Nusantara untuk menyiarkan Islam.
Prinsip
Islam masuk ke Indonesia, bukan
dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar ke
Indonesia justru dengan cara damai berkat kegigihan para Ulama. Karena memang
para Ulama berpegang teguh pada prinsip (QS Al-Baqarah ayat 256)
Artinya : tidak ada paksaan dalam
Agama
Islam datang dengan prinsip-prinsip
perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan
perbudakan dan yang paling penting juga ialah masuk ke dalam agama Islam
sangatlah mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada
paksaan.
Fakta
Islam datang ke Indonesia membawa
ajaran dan cirri tersendiri untuk diterapkan terhadap manusia dimana saja di
dunia, lewat Al-Qur’an dan hadist Islam akan merombak jalan hidup manusia yang
tidak sesuai dengan misi ajaran yang dibawanya agar sejalan dengan apa
yang dikemukakan.
Kedatangan Islam ke Indonesia ikut
mencerdaskan rakyat dan membina karakter Bangsa, karakter tersebut dapat
dibuktikan pada perlawanan rakyat melawan bangsa Asing dan daya Tahannya
mempertahankan perjuangannya selama dalam zaman penjajahan Barat dalam waktu
350 tahun.
Nilai
Para penyiar Islam, mereka pada
umumnya adalah para pedagang dan perantau pada umumnya pedagana perantau
bersikap ramah ulet bekerja dan sederhana, mereka datang sebagai golongan
minoritas tidak bersenjata. Dengan nilai-nilai kepribadian tersebut muballiah
Islam itu berdakwah kepada rakyat awam dan kepada para penguasa pemerintahan
sekaligus, dan ajaran Islam disampaikan dengan lemah lembut, sehingga Islam
mudah dterima.
Proses
Proses pembentukan dan pengembangan
Islam pertama melalui beberapa kontak yaitu : jual beli, dan dakwah lansung
baik secara individual dan kolektif. Dalam proses pengislaman selanjutnya,
orang-orang Islam Bangsa Indonesia ikut aktif mengambl bagian yang berperan,
dan prose situ berjalan secara damai.
Keterampilan
Beberapa keterampilan yang dimiliki
para muballigh dalam menyiarkan agama Islam yaitu dengan media, seni, budaya,
politik, asimilasi dan akulturasi, dan lain-lain. Sehingga menarik perhatan
masyarakat dan benar-benar disampaikan dan diterapkan dalam tatanan kehidupan.
Media dakwah yang digunakan oleh
para wali, seperti budaya menjadi daya tarik tersendiri dan ada yang
menggunakan wayang swbagai media dakwah, sehingga banyak masyarakat yang
tertarik dan akhirnya memeluk Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mansur Surya Negara, (1995 ),
menemukan sejarah, Wacana pergerakan Islam di Indonesia, Bandung : Mizan.
Azyumardi Azra, (2004), Jaringan
Ulama dan Kepulauan Nusantara, Abad XVII & XVIII, Bandung : Mizan.
Badri Rasyidi, (1987), Sejarah
Peradaban Islam, bandung : CV. Armico.
Murodi, Sejarah Kebudayan Islam,
Semarang : Karya Toha Putra.
Zuhairini dkk, (1986), Sejarah
pendidikan Islam, Jakarta : Departemen Agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar